Sabtu, 30 April 2011

HUKUM DIPUTAR BALIKKAN DINEGERI INI SUSAH MENCARI KEADILAN


LSM-CITRA - Antasari Azhar adalah terpidana dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Ia terbukti melakukan pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-2 jo. Pasal 340 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.Pada akhirnya, Antasari Azhar divonis 18 (delapan belas) tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kemudian, atas putusan tersebut, Antasari Azhar mengajukan banding kepaGERIda PengNEGAKAN HUKUM DINEadilan Tinggi DKI Jakarta, namun majelis hakim menolak permohonan banding Antasari Azhar tersebut. Dan terakhir, Antasari Azhar mengajukan kasasi yang juga ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
Saat ini, tim kuasa hukum Antasari Azhar telah melaporkan majelis hakim yang menangani perkara Antasari Azhar ke Komisi Yudisial (KY). Terhadap laporan tersebut, sebagaimana ramai diberitakan sebagian besar media massa di Indonesia.
KY menengarai dan menilai adanya pelanggaran kode etik dan perilaku hakim serta adanya pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan hakim dalam penanganan perkara Antasari Azhar, oleh karena itu KY akan melakukan eksaminasi terhadap putusan hakim dalam persidangan Antasari Azhar.
Atas dasar hal tersebut, tim kuasa hukum Antasari Azhar berencana akan mengajukan peninjauan kembali (PK) terkait putusan yang telah dijatuhkan majelis hakim kepada Antasari Azhar.
Terhadap penilaian KY tersebut, perlu dilakukan analisa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan tersebut. Perlu diketahui oleh masyarakat, bahwa pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dan pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan hakim dalam penanganan perkara adalah 2 (dua) hal yang berbeda.
Mengenai pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, adalah tepat untuk KY melakukan pemeriksaan atas hal tersebut. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY), wewenang KY dalam hal ini adalah menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 13 huruf b).
Dalam melaksanakan wewenang tersebut, KY mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 20 UU KY). Hal ini juga tertuang dalam Pasal 40 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman).
Selanjutnya dalam melaksanakan pengawasan tersebut, KY menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan memb uat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada MA dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Selain itu, yang perlu mendapat perhatian juga tentunya adalah bahwa dalam melaksanakan pengawasan tersebut, KY wajib menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan perundang-undangan, berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dan menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia KY yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota (Pasal 22 ayat (2) UU KY dan Pasal 41 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman).
Kemudian, mengenai pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan hakim dalam penanganan perkara, hal tersebut bukanlah merupakan kewenangan KY untuk memeriksanya. Penilaian hakim terhadap bukti-bukti yang muncul dalam penanganan perkara merupakan kebebasan hakim yang didasarkan pada kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan terimplementasikan dalam UU Kekuasaan Kehakiman.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan. Mennyikapi rencana eksaminasi ataupun analisis terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap oleh KY, hal itu dapat dilakukan sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim (Pasal 42 UU Kekuasaan Kehakiman), dan tidak berepengaruh sama sekali terhadap putusan pengadilan atas kasus Antasari Azhar.
Pemeriksaan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap akan berpengaruh apabila dimintakan PK kepada MA. Mengenai dasar permintaan PK, hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP. Terhadap permintaan PK tersebut, MA dapat melakukan 2 (dua) hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, sebagai berikut:
(1) MA menyatakan bahwa permintaan PK tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya.
(2) Dalam hal MA berpendapat PK dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1.     apabila MA tidak membenarkan alasan pemohon, maka MA menolak PK dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan PK itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.
2.     apabila MA membenarkan alasan pemohon, MA membatalkan putusan yang dimintakan PK itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusan tidak dapat menerima tuntutan Penuntut Umum, putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Catatan: Pidana yang dijatuhkan dalam PK tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dapat diterima sebagai kewenangan KY.
Sedangkan pemeriksaan terhadap pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan hakim dalam penanganan perkara, karena hal tersebut tentunya mempunyai pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar serta dapat dipertanggung-jawabkan, maka itu merupakan kewenangan MA untuk memeriksanya apabila diajukan PK oleh terpidana.

penulis; Saud Pakpahan Ketum LSM CITRA